Jumat, 27 Maret 2009

Latah Bisa Menular, Terutama Kalangan Lajang

Anda sering mendengar orang latah? Mengeluarkan suatu kata secara spontan dan berulang pada saat ia terkejut. Bagi yang tidak terbiasa, tentu akan geli. Namun bagi sebagian kalangan, kebiasaan yang banyak menyerang kaum wanita ini justru dijadikan hiburan ringan.

Psikiater dr Didi Aryono Budiyono SpKJ mengatakan, latah tergolong penyakit kejiwaan yang dipengaruhi budaya. Singkatnya, latah merupakan gangguan culture bond atau terikat dengan sistem budaya tertentu. Yakni semacam gangguan fungsi pusat saraf, psikologis dan sosial. Kondisi ini bersifat hipersensitif terhadap kejutan mendadak yang diikuti ucapan kata secara otomatis dan spontan.

Ada empat macam latah yang bisa dilihat berdasarkan gejalanya. Ekolalia, yakni mengulangi perkataan orang lain, ekopraksia meniru gerakan orang lain, koprolalia yakni mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu atau kotor, dan automatic obedience yakni melaksanakan perintah secara spontan saat terkejut. Misalnya, ketika penderita dikejutkan dengan perintah 'sujud' atau 'peluk', maka ia segera melakukan perintah itu.

Di Indonesia, gangguan latah banyak berkembang pada suku-suku di Pulau Jawa, Sumatera, dan pedalaman Kalimantan. Sementara di wilayah Asia lainnya ditemukan di tengah masyarakat suku Ainu Jepang dan masyarakat gurun pasir di Gobi. Di Eropa, latah juga ada pada suatu suku di Prancis.

"Entah kenapa, banyak penelitian menyebutkan gangguan latah banyak dialami kaum wanita usia lanjut yang masih melajang," lanjut pria yang juga mengajar di Fakultas Kedokteran Unair ini. Meski demikian, terjadi pergeseran latah juga dijumpai di kalangan muda yang masih melajang.

Kata yang sering 'dikeluarkan' umumnya (maaf) kata jorok terkait perilaku seksual. Menurut Didi, penyebab latah dari golongan semacam ini tak lepas dari pemaknaan simbol-simbol seks. Simbol-simbol yang dipilih umumnya simbol dambaan yang akhirnya tanpa sadar meresap ke alam bawah sadar dan dibentuk kultur ringan tangan atau mudah menolong (helper).

Beberapa penelitian menyebutkan, gangguan latah lazim tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Teori kuno, penderita latah biasanya orang tua, perempuan, berpendidikan rendah, dan berasal kelas ekonomi bawah. Namun, teori itu tak sepenuhnya tepat mengingat kini banyak remaja mengidap latah. Penderita latah pria pun ada meski jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar